Maria Maghdalena adalah seorang figur yang sangat kontroversial, tidak saja bagi umat Kristen, tapi juga bagi umat Islam. Meski kitab-kitab Injil menunjukkan dengan jelas dan tegas hubungan istimewa antara Maria dengan Yesus Isa Al Masih, namun keberadaannya nyaris dilupakan oleh umat Kristen. Tidak hanya itu, Maria digambarkan sebagai sosok yang negatif, seringkali bahkan dianggap sebagai pelacur.
Keistimewaan Maria di dalam Injil-Injil “resmi” terlihat dari banyaknya peristiwa penting dalam hidup Yesus di mana Maria hadir bersamanya. Maria hadir dalam peristiwa “pernikahan Cana”, “penyaliban Yesus” bahkan juga pada peristiwa “kenaikan Yesus” yang bahkan tidak dihadiri oleh satupun murid (rasul) terdekat Yesus. Dalam peristiwa “pernikahan Cana” bahkan Maria memainkan peran yang sangat istimewa, yaitu membasuh kaki Yesus dengan menggunakan rambutnya. Para ahli sejarah percaya bahwa apa yang dilakukan Maria dan Yesus dalam peristiwa itu adalah sebuah prosesi pernikahan bangsawan yahudi.
Keistimwaan Maria semakin jelas setelah ditemukannya kumpulan kitab-kitab kuno Naag Hammadi. Kumpulan kitab-kitab yang ditemukan di Naag Hammadi, Mesir tahun 1930-an itu berisi kitab-kitab kuno yang ditulis pada masa awal kekristenan oleh murid-murid terdekat Yesus termasuk Maria Maghdalena sendiri. Salah satu kitab itu, Injil Philipus (diduga ditulis oleh Philips, seorang murid terdekat Yesus), menuliskan bagaimana kedekatan Yesus dengan Maria dimana dengan gamblang dituliskan bahwa Yesus sering mencium Maria di depan para muridnya.
Perlu dicatat bahwa keyakinan awal Kristen adalah mengakui Yesus sebagai manusia yang konsekuensinya adalah beristri dan beranak. “Ketuhanan” Yesus baru diresmikan oleh kerajaan Romawi melalui Konsili Nicea pada abad 6 masehi. Bahkan sampai abad pertengahan, sebagian umat Kristen masih mempertahankan keyakinan Yesus sebagai manusia. Namun pelan tapi pasti keyaninan “kemanusiaan” Yesus terlindas oleh keyakinan lainnya yang lebih kuat, yaitu “ketuhanan” Yesus.
Sebagaimana umumnya umat Kristen, sebagian besar umat Islam juga percaya bahwa Yesus Isa Al Masih tidak memiliki istri dan keturunan. Padahal dalam Al Qur’an surat Ar-Rad disebutkan firman Allah: “Sungguh Aku telah mengutus beberapa Nabi sebelum kamu (Muhammad). Kepada mereka kami berikan istri-istri dan keturunan.” Lihatlah bagaimana Allah tidak hanya memberikan seorang istri tapi beberapa istri sekaligus, yang artinya para nabi melakukan poligami. Kemungkinan besar keyakinan tersebut karena pengaruh dari keyakinan Kristen.
Lalu marilah kita kaji dari sisi sosio-histori. Sebagian suku di Indonesia, seperti misalnya suku Batak, menganggap seorang laki-laki yang tidak memiliki anak sebagai orang yang “tidak berharga”. Demikian juga orang yahudi, terlebih lagi yahudi orthodok di masa lalu. Dan Yesus Isa Al Masih adalah seorang yahudi orthodok: ia keturunan nabi-raja Daud dan Sulaiman. Sejak kelahirannya ia telah dipersiapkan oleh orang-orang terdekat dan keluarganya untuk menjadi messiah (nabi penutup jaman) sebagaimana telah diramalkan oleh kitab-kitab suci kuno. Dan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang nabi adalah menikah dan mempunyai anak. Ada satu sarat lagi yang unik sebagaimana tertulis dalam kitab suci perjanjian lama, yaitu mengendarai keledai jika bepergian (tradisi ini juga diikuti oleh Nabi Muhammad).
Sebagai seorang muslim, saya percaya bahwa Yesus Isa Al Masih memiliki istri-istri dan keturunan sesuai firman Allah dalam surat Ar-Rad. Dan salah satu wanita itu adalah Maria Maghdalena.
Adalah mengejutkan saya bahwa keyakinan bahwa Yesus menikahi Maria Maghdalena ternyata diyakini pula oleh sebagian seniman besar Eropa. Salah satunya tentu saja Leonardo da Vinci yang lukisannya “Perjamuan Terakhir” menjadi inspirasi novel The Da Vinci Code yang terkenal karya Dan Brown. Namun lebih mengejutkan lagi karena di dalam kitab Injil perjalanan hidup Maria Maghdalena digambarkan cukup detil dalam Injil Yohannes Kitab Wahyu 12:1-17 (Injil King James):
“And there appeared a great wonder in heaven, a woman clothed with the sun, and the moon under her feet, and upon her head a crown of twelve stars.
And she being with child cried, travailing in birth, and pained to be delivered…….
And she brought forth a man child….
And the woman fled into the wilderness, where she hath a place prepared of God….
And when the dragon saw that he was cast unto the earth, he persecuted the woman which brought forth the man child.
And to the woman were given two wings of a great eagle, the she might fly into the wilderness, into her place …
And the dragon was worth with the woman, and went to make war with the remnant of her seed, which keep the commadments of God, and have the testimony of the Jesus Christ.”
Saya coba menterjemahkannya secara singkat: seorang wanita dengan anaknya yang masih kecil lari dari kejaran iblis (dragon). Dengan pertolongan Tuhan melalui malaikat-malaikatnya wanita tersebut berhasil melepaskan diri dari iblis. Tapi iblis terus memerangi keturunan wanita tersebut yang tercerai berai (remnant of her seed), yang mana adalah orang-orang yang menjaga agama Tuhan dan menjadi saksi atas jati diri Jesus Kristus.
Orang mungkin menterjemahkan wanita itu adalah Maria ibunda Yesus sang “perawan suci”. Tapi mengingat wanita itu melahirkan anak keturunan yang tercerai berai di mana-mana, maka tidak lain wanita itu adalah Maria Magdalena yang melahirkan anak-anak Yesus (Isa Al Masih dalam Islam).
Demi Allah, saya baru kepikir bahwa Khadijah istri Muhammad Rosulullah ada kemungkinan adalah salah satu anak keturunan Yesus dan Maria Magdalena yang tercerai berai. Bukankah Khadijah berasal dari keluarga penganut Kristen yang taat? Bagi pembaca yang menganut Islam, jangan berburuk sangka pada semua orang kristen pada masa sebelum kedatangan Islam. Sebagian dari mereka adalah orang-orang yang dipuji Allah dalam Al Qur’an karena keimanan mereka. Sebagian lainnya dari mereka adalah para pemuda ahli surga yang disebutkan dalam Surat Al Kahfi.
Dr. Barbara Thiering, peneliti dokumen-dokumen Dead Sea Schrolls dan ahli sejarah Yahudi dan Kristen dalam bukunya Jesus the Man, sebagaimana Laurence Gardner dengan bukunya Bloodline of the Holy Grail, membuat analisis yang sinkron dengan isi kitab-kitab Injil baik yang resmi (Yohannes, Mathius, Lukas, Markus) maupun apokrip (tersembunyi) dan yang terlarang (gnostik) seperti Injil Barnabas, dokumen Naag Hammadi dan Dead Sea Schrolls (Gulungan-gulungan Laut Mati). Menurut Thiering dan Gardner, Yesus menikahi Maria Maghdalena bulan September tahun 30 Masehi. Saat itu Yesus berumur 36 tahun. Setelah menjalani masa selibat selama tiga bulan, mereka diijinkan berkumpul selama bulan Desember untuk kemudian kembali menjalani masa selibat selama setahun penuh sembari menunggu kepastian kehamilan mempelai wanita. Setelah Pada tahun 33 Masehi Maria melahirkan anak pertamanya, seorang bayi wanita yang diberi nama Tamar (bermakna pohon palem). Pada tahun 37 Maria melahirkan anak laki-laki pertama bernama Jesus Justus, disusul anak laki-laki kedua Joseph yang lahir di Provence, Perancis Selatan, tahun 44.
Atas kelahiran keturunan anak-anak Yesus ini Injil Perjanjian Baru memberitakannya: “The Word of God (Yesus) grew and multiplied” (Act 12:24).
Kelahiran anak ketiga di Perancis menyusul pemberontakan di Palestina oleh umat Kristen Nazarene (Kristen awal yang berbeda keyakinan sangat jauh dengan kristen modern sekarang, di antaranya mengakui Yesus sebagai manusia, bukan Tuhan) terhadap penjajah Romawi dan penguasa bonekanya, raja yahudi Herod of Chalcis tahun 44. Maria dalam keadaan mengandung melarikan diri ke Provence yang telah menjadi semacam koloni bagi orang-orang yahudi di Eropa Barat (lihat Kitab Wahyu sebagaimana telah disebutkan di atas). Adapun Yesus al Masih saat itu tengah berdakwah di Galatia (Turki) bersama muridnya John Markus. Pada tahun 46 putra tertua, Jesus Justus belajar di sebuah sekolah (semacam seminari) di Caesaria (Palestina), tiga tahun kemudian menyusul ibunya ke Provence.
Pada tahun 60 Jesus al Masih berada di Roma setelah berlayar dari Turki melalui Kreta dan Malta. Tahun 64 terjadi kerusuhan di Roma yang mengakibatkan kaisar Nero menghukum mati Paulus dan Peter, murid senior Jesus al Masih yang mendirikan Gereja Roma yang eksis hingga sekarang. Sebelum dieskekusi Paulus sempat menulis surat kepada murid Jesus al Masih yang lain, Timotius, memberitakan bahwa Jesus al Masih berada di tempat yang aman: “The Word of God is not bound”. Paulus tidak memberitakan di mana keberadaan Yesus, namun diduga beliau pergi ke India menyusul muridnya yang sudah berada di sana untuk berdakwah, Thomas the Apostle. Sebuah nisan bertuliskan Yesus Kristus ditemukan berada di Srinagar. Pada tahun 65 Simon Zelotes, murid Jesus al Masih, demi menghindari ketegangan dengan penguasa Romawi, memimpin kaum Kristen Nazarene eksodus dari Jerussalem ke Jordania timur, sebagian dari mereka meneruskan hingga ke Iran dan Irak serta negara-negara Arab lainnya. Tahun 66 kaum nasrani di Palestina memberontak dan berhasil menduduki Jerussalem selama empat tahun. Pada tahun 70, tentara Romawi dibawah pimpinan Flavius Titus menyerbu Palestina dan menguasai kembali Jerussalem untuk kemudian menghancurkan kota tersebut beserta penduduk dan semua isinya. Benteng pertahanan terakhir di Masada jatuh ke tangan Romawi tahun 74. Saat itu Romawi menghancurkan semua warisan sejarah yahudi dan kristen, namun sebagian di antaranya berhasil diselamatkan, termasuk dokumen Dead Sea Schrolls. Sebagian besar orang yahudi dan nasrani kemudian mengungsi ke luar negeri, memulai proses diaspora ke seluruh penjuru dunia. Yang tinggal, orang-orang yang kini menjadi warga Palestina, kemudian berubah keyakinan memeluk Islam setelah datangnya agama baru ini di Palestina pada abad 8 masehi. Sebagian lainnya tetap memeluk agama kristen Orthodok, dan sisanya yang lebih kecil tetap mempertahankan keyakinan agama yahudinya.
Sementara itu Maria Maghdalena, setelah berhasil mengkristenkan penduduk Provence, meninggal dunia pada tahun 63 masehi, jauh dari kampung halaman dan suaminya. Adapun anak keturunannya, setelah mengalami tekanan dari penguasa dan Gereja Romawi yang berbeda pandangan keimanan dengan kristen Nazarene, tercerai berai sebagaimana ajaran Nazarene dan hanya meninggalkan jejaknya berupa legenda “cawan suci”, cerita-cerita dan lagu-lagu rakyat, permainan tarot, patung-patung, lukisan-lukisan, dan beberapa gereja yang masih meninggalkan prasasti keberadaan mereka seperti misalnya Gereja Glastonburry di Inggris, atau Gereja Maria Maghdalena di Rusia.
Maria Maghdalena lahir tahun 3 masehi, atau 9 tahun lebih muda dibanding Jesus al Masih. Ia putri dari seorang pendeta tinggi yahudi di Capernaum bernama Syrus atau Jarius. Saat menikah dengan Yesus al Masih tahun 30 masehi, ia berumur 27 tahun.
Perlu dicatat bahwa penanggalan masehi sebenarnya didasarkan pada penanggalan yahudi yang berpatokan pada tahun di mana diramalkan seorang messiah (nabi penolong) akan lahir. Seiring berjalan waktu, tahun penanggalan yahudi semakin berkurang hingga pada tahun di mana diramalkan datangnya sang messiah, tahun menunjukkan angka 0. Namun Jesus, ternyata lahir 6 tahun sebelum tahun 0 di samping bulan kelahirannya yang tidak sesuai dengan adat yahudi yang semestinya di bulan September, Jesus lahir di bulan Maret, sehingga menjadi salah satu penyebab ditolaknya kenabiannya oleh sebagian kaum yahudi.
Sejarah Maria Maghdalena hingga pengungsiannya ke Provence ditulis secara lengkap oleh sejarahwan Raban Maar (776-856) yang manuskripnya ditemukan di Oxford University pada tahun 1400-an. Matthew Paris juga menulis sejarah Maria Maghdalena dalam bukunya, Chronica Majora sekitar tahun 1190 yang juga ditemukan manuskripnya di Oxford. Selain itu pendeta ordo Dominican, Pere Lacordaire menulis buku Saint Mary Magdalene pada abad 18. Tulisan lainnya di antaranya adalah La Legende de Sainte Marie Madeleine dan Legenda Aurea oleh uskup Genoa Jacobus de Voragine pada abad 15.
Berikut adalah sebagian terjemahan tulisan Jacobus de Voragine Legenda Aurea (Legenda Emas):
“St. Martha, pelayan setia Yesus Kristus, adalah keluarga bangsawan yahudi. Ayahnya bernama Syro (Sirius atau Jarius) dan ibunya Eucharia berasal dari Syria. Bersama dengan saudari perempuannya (Maria Maghdalena), Martha mewarisi tiga istana di Maghdalene, Bethany dan Jerussalem. Setelah “kenaikan” Yesus Kristus, saat para murid Yesus tercerai berai, Martha dengan saudara laki-lakinya Lazarus dan saudara perempuannya Mary (Maghdalena), juga St Maxim, berlayar ke barat dan tiba dengan selamat di Marseilles (satu kota di Provence, Perancis selatan). Selanjutnya mereka pindah ke Aix di mana mereka berhasil mengkristenkan penduduk setempat.”
Sumber : Cahyono adi.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar