Keterangan: Rudolf Hess (lingkaran) bersama dengan Hitler dan kawan-kawan di masa perjuangaa tahun 1920-an. Sebelah kanan bawah foto Hess saat diadili di Nurenburg.
Sumber dan foto: incogman.net
Glasgow, Skotlandia, 10 Mei 1941 malam. Seorang pilot Jerman terbang dengan pesawat Messerschmidt ME 110 di tengah udara malam yang dingin, menembus sistem pertahanan udara Inggris yang tengah siaga penuh di tengah perang dunia II yang tengah berkecamuk. Namun meski sang pilot adalah seorang pilot yang berpengalaman tinggi, veteran pilot tempur dalam Perangn Dunia I, namun tetap saja pesawatnya tidak mampu bertahan terlalu lama dari kejaran pesawat Splitfire dan battere pertahanan udara Inggris. Maka beberapa mil dari tujuan akhirnya, pilot tersebut melompat dari cockpit dan mendarat dengan parasut.
Sebagian dari Anda mungkin sudah mendengar Rudolf Hess, nama pilot tersebut di atas dan petualangan yang misteriusnya itu. Namun sama seperti saya, Anda pasti hanya pernah mendengar nama itu sekilas karena memang nama itu jarang disebutkan dalam buku-buku sejarah, meski apa yang dilakukannya itu sebenarnya memiliki arti yang sangat besar. Dan kalaupun ada artikel ataupun buku sejarah yang menulis tentang Hess, semuanya ditulis dalam perspektif yang tidak fair, yaitu selalu digambarkan sebagai sosok yang “kesehatan jiwanya terganggu”.
Rudolf Hess sama sekali bukan orang yang jiwanya “kurang sehat”. Ia orang yang sangat cerdas dengan fisik yang sangat prima. Mantan pilot pesawat tempur dan memiliki pangkat tinggi dalam kemiliteran maupun politik Jerman. Ia adalah orang terkuat ketiga Jerman pada masa itu, seorang deputi pemimpin tertinggi Jerman, Adolf Hitler. Setelah Hitler, kedudukannya hanya dikalahkan oleh Herman Goerring, Panglima Angkatan Udara Jerman.
Setelah meloncat dari pesawatnya, Hess mengalami kesulitan mendarat di kegelapan daerah yang masih asing baginya. Akibatnya parasutnya tersangkut pohon dan kakinya cedera. Dan alih-alih berhasil menemui orang-orang yang sedang menunggunya di sebuah kastil di Skotlandia, Hess ditawan oleh tentara Inggris dan dimasukkan ke penjara di Tower of London untuk menjalani “perawatan mental”.
Hitler yang “malu” dengan kabar tertangkapnya Rufolf Hess, terpaksa mengelak dari anggapan telah merestui missi Hess untuk pergi ke Inggris. Hess pun harus menghadapi nasibnya sendiri. Setelah menjalani masa penahanan yang sangat lama, termasuk menjalani terapi cuci otak yang intensif, Hess diadili di pengadilan perang di Nurenberg. Setelah itu ia menjalani hukuman penjara seumur hidup di penjara Spandau, Inggris hingga meninggal karena “bunuh diri” sehari sebelum penutupan penjara Spandau.
Di antara interogator Hess adalah psikiater dari Tavistock Institute, John Rawlings Rees. Sampai sekarang institut ini masih berdiri, melakukan manipulasi psikologi publik untuk kepentingan kaum kapitalis global. Hebatnya Tavistock Institute berani mengklaim diri dan disetujui oleh media massa sebagai sebuah yayasan sosial.
Untuk memahami apa motif Hess sebenarnya melakukan misi rahasia yang berbahaya ke Inggris itu kita harus melihatnya dari perspektif yang luas. Saat itu Hitler baru saja “membebaskan” tentara ekspedisi Inggris yang terjebak di Dunkirk, Perancis, untuk pulang dengan selamat ke negerinya. Seandainya Hitler menginginkan, seluruh pasukan yang jumlahnya mencapai 300.000 dan menjadi tulang punggung pasukan Inggris saat itu dihancurkan dengan mudah. Tapi Hitler tidak melakukannya, karena bagi Hitler Inggris tidak dianggap sebagai musuh. Musuh sebenarnya Hitler adalah Uni Sovyet Rusia yang telah menderita infeksi komunisme yahudi. Itulah sebabnya Hitler bermaksud mengadakan perdamaian dengan Inggris agar bisa memusatkan kekuatan militernya membebaskan rakyat Rusia dari cengkraman komunisme yahudi.
Di sisi lain, meski Inggris sudah diinfeksi sedemikian akut oleh yahudi, masih terdapat banyak orang berpengaruh yang menentang perang. Di antara figur-figur penentang perang itu adalah Chamberlein, perdana menteri yang dipecat dari jabatannya karena enggan berperang melawan Jerman dan Duke of Hamilton, adik kandung raja George VI. Dengan merekalah sebenarnya Hess akan bertemu untuk membicarakan tawaran damai dari Hitler.
Sekedar catatan, selain menguasai ekonomi dan perbankan, orang-orang yahudi pernah diusir dari Inggris pada awal abad XIII berhasil mendudukkan orang-orang Jerman bonekanya sebagai raja Inggris, yaitu Raja George I dan keturunannya yang menduduki tahta kerajaan Inggris hingga sekarang. Selain Gereja Katholik Vatican, Kerajaan Inggris adalah kekuatan yang paling diincar yahudi untuk ditaklukkan, dan sepanjang sejarahnya Inggris dipenuhi dengan berbagai konspirasi yahudi untuk menaklukannya. Di antara konspirasi itu adalah Perang Sipil yang berujung pada penghukuman mati raja Charles I pada awal abad XVI, duduknya William Orange, orang Belanda, sebagai raja Inggris, duduknya Raja George I dan keturunannya dari Jerman sebagai raja Inggris, dan pembentukan Bank of England sebagai bank sentral pertama di dunia.
Sejarahwan Allesandro De Felice pernah menulis tentang beberapa tawaran perdamaian Hitler kepada Inggris, di antaranya adalah penarikan mundur pasukan Jerman dari medan perang Eropa Barat mencakup seluruh wilayah pendudukan Jerman di Perancis, Belanda, Belgia, Norwegia, Denmark, Yugloslavia dan Yunani, kecuali dua provinsi Perancis dan Luxemburg yang secara tradisi adalah wilayah Jerman. Sebaliknya Jerman meminta Inggris untuk tidak campur tangan dalam urusan Jerman dengan negara-negara Eropa timur, khususnya Rusia.
Seandainya publik Inggris mengetahui tawaran Hitler yang dibawa oleh Hess, mungkin Perang Dunia II berakhir lain. Tidak perlu ada 60 juta orang yang tewas karena perang, termasuk 418.000 tentara Amerika.
Pengadilan, penahanan dan kematian Hess dipenuhi dengan misteri. Ia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup meski tidak pernah malakukan kejahatan perang. Di dalam penjara ia diperlakukan istimewa hingga keluarga sekalipun tidak diijinkan mengunjunginya. Ia juga tidak pernah mendapatkan pengurangan hukuman meski rekan-rekan sepenjaranya satu demi satu dibebaskan dari tahanan. Dan akhirnya sebulan sebelum penutupan penjara Spandau pada tahun 1987, Hess ditemukan tewas “bunuh diri”. Saat itu Hess sudah berumur 93 tahun, terlalu tua untuk melakukan tindakan bunuh diri. Sementara itu orang-orang anti perang di Inggris satu demi satu ditangkapi atau meninggal secara misterius, seperti Duke of Hamilton yang meninggal sebulan setelah tertangkapnya Hess.
Cerita tentang Hess tentu sangat menarik untuk didokumentasikan oleh History Channel atau difilmkan oleh produser Hollywood. Namun orang-orang yahudi kapitalis global penguasa dunia tentu tidak ingin masyarakat umum tahu kebenaran cerita Hess. Mereka ingin kita tetap bodoh.
Sumber ; Cahyono adi.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar